Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif – D.0001

3S

Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (SDKI, 2017)

Didalam SDKI diagnosis ini masuk pada kategori fisiologis subkategori respirasi dan diberi kode D.0001 Artikel ini akan menjelaskan secara lengkap terkait diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif, penyebab, tanda dan gejala yang biasa muncul, kapan masalah ini ditegakkan, serta intervensi apa yang diberikan sesuai dengan aturan SLKI dan SIKI

Penyebab

Penyebab merupakan hal yang menimbulkan suatu masalah kesehatan. Penyebab untuk masalah ini  yaitu:

Fisiologis

  1. Spasme jalan napas
  2. Hipersekresi jalan napas
  3. Disfungsi neuromuskuler
  4. Benda asing dalam jalan napas
  5. Adanya jalan napas buatan
  6. Sekresi yang tertahan
  7. Hiperplasia jalan napas
  8. Proses infeksi
  9. Respon alergi
  10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

Situasional

  1. Merokokok aktif
  2. Merokok pasif
  3. Terpajan polutan

Adapun penjelasan untuk penyebab masalah bersihan jalan napas yaitu:

Spasme jalan napas

Jalan napas merupakan merupakan saluran napas yang utama yang terhubungan dengan paru-paru atau biasa disebut dengan bronkus. spasme merupakan adanya kontraksi atau kejang otot.

Bronkospasme adalah kontraksi di saluran napas yang menyebabkan seseorang kesulitan bernapas.

Saluran napas yang menyempit tidak memungkinkan banyak udara yang masuk atau keluar dari paru-paru. Hal ini membatasi jumlah oksigen yang masuk ke dalam darah dan jumlah karbokdioksida yang keluar (Healthline, diakses tanggal 11 november 2024)

Bronkospasme biasa terjadi pada pasien dengan kondisi asma dan alergi.

Hipersekresi jalan napas

Hipersekresi jalan napas yaitu kondisi terjadinya peningkatan produksi mukus atau sekresi disaluran pernapasan seperti bronkus dan trakea (Tian & Wen, 2015).

Hipersekresi lendir saluran napas menyebabkan penurunan progresif fungsi paru-paru. Hipersekresi ini sering terjadi akibat adanya infeksi, alergi, atau iritasi yang mengakibatkan reaksi inflamasi (peradangan).

Reaksi inflamasi membuat silia tidak dapat berfungsi secara normal dan kehilangan surfaktan sehingga lendir tertahan di dalam saluran napas dan membentuk sumbatan (Tian & Wen, 2015)

Beberapa kondisi yang menyebabkan hipersekresi jalan napas yaitu penyakit seperti asma, bronkitis kronis, dan PPOK

Benda asing dalam jalan napas

Benda asing yang berada pada jalan napas dapat menyebabkan penyumbatan sebagian atau seluruh saluran pernapasan ke paru-paru.

Benda asing yang masuk ke dalam laring atau trakea proksimal, berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan atau terhirup lebih lanjut ke saluran napas distal yang menimbulkan gejala seperti sesak napas, mengi, atau batuk (Rose, D & Dubensky L., 2023)

Benda asing pada saluran pernapasan merupakan keadaan emergensi yang memerlukan penanganan segera (Parida Sipayung & Teresia Purba, 2021)

Benda asing yang dapat masuk ke dalam saluran pernapasan seperti makanan, mainan kecil pada anak-anak, biji-bijian dan sebagainya.

Pencetus lain sumbatan jalan napas yaitu benda asing, seperti muntahan atau darah pada jalan napas atas yang tidak bisa ditelan atau dikeluarkan melalui batuk oleh pasien yang tidak sadar (Asmoro et al., 2021)

Adanya jalan napas buatan

Jalan napas buatan seperti OPA, NPA, ETT merupakan salah satu benda asing pada tubuh. Sesuai dengan penjejelasan diatas benda asing dapat menimbulkan peningkatan sekresi mukus.

Sekresi yang tertahan

Sekresi pada jalan napas seperti penumpukan lendir atau cairan di saluran pernapasan menyebabkan masalah pernapasan. beberapa penyebab diantaranya adanya alergi, infeksi pernapasan, adanya jalan napas buatan dan PPOK

Hiperplasia jalan napas

Hiperplasia berhubungan dengan pertumbuhan jaringan.

Dalam penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan, hiperplasia merupakan adanya pembesaran kelenjar sub mukosa (hiperrofi) dan peningkatan jumlah sel goblet (hiperplasia) sehingga terjadi penebalan saluran pernapasn

Hiperplasia sel goblet yaitu peningkatan jumlah sel goblet pada epitel saluran napas (Hayashi, 2012). Inflamasi saluran napas akibat paparan zat alergen pada saluran napas yang dapat memicu terjadinya hipersekresi mukus dan merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah sel goblet. Banyaknya jumlah sel goblet yang dihasilkan mencerminkan hiperplasia (pembelahan sel) atau metaplasia (diferensiasi sel progenitor atau trans differentiation jalan napas epitel sel). Perubahan patologis ini, akan menyebabkan penyempitan saluran napas dan obstruksi saluran napas (Silva & Bercik, 2012)

Proses infeksi

Proses infeksi disebabkan karena adanya patogen masuk ke dalam saluran pernapasan. patogen ini dianggap benda asing yang menimbulkan terjadinya reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan mukus/sekret.

Respon alergi

Pada jalan napas terdapat mukosa sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Mukosa menyediakan penghalang terhadap partikel asing, menangkapnya dalam bentuk lendir. Sel imun dan antibiotik alami dalam lendir melindungi dari patogen (Cleveland, diakses tanggal 11 november 2024)

Reaksi alergi menimbulkan gejala yang sama terhadap partikel asing seperti debu, bulu dan serbuk sari.

Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

Pasien dengan anastesi berpotensi mengalami gangguan pernapasan. salah satu jenis anastesi yang digunakan saat pembedahan yaitu General Anastesi.

GA menyebabkan relaksasi otot rahan dan faring, serta menyebabkan perpindahan lidah ke posterior. Hilangnya refleks batuk bersama dengan peningkatan sekresi menyebabkan obstruksi jalan napas, laringospasme dan bronkospasme.

Merokok (aktif dan pasif)

Pada orang sehat, terdapat mekanisme pertahanan saluran napas yang berfungsi membatasi masuknya zat melalui permukaan saluran napas serta menghilangkan partikel-partikel yang diendapkan di sepanjang saluran napas dan alveoli paru melalui reflek batuk, mukosiliar dan imunologi. Pada cabang bronkus terdapat sel silia yang berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel udara dengan ukuran partikel sekitar 0,5–5 μm, namun pada perokok, sel silia mengalami kerusakan sehingga mekanisme pertahanan menjadi terganggu yang berakibat terjadinya proses inflamasi dan penyempitan saluran napas (Vlahos & Bozinovski, 2014)

Paparan asap Rokok dapat menimbulkan respon inflamasi di saluran napas perifer dan parenkim paru. Radikal bebas pada asap rokok yang masuk ke dalam saluran napas secara langsung dapat mengganggu mekanisme pertahanan antioksidan tubuh serta dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan atau oksidasi pada lipid, protein dan DNA pada sel (Angelis et al., 2014).

Tanda dan Gejala

Berikut tanda dan gejala yang muncul pada diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif berdasarkan SDKI:

Gejala dan tanda mayor

Objektif

  1. Batuk tidak efektif
  2. Tidak mampu batuk
  3. Sputum berlebih
  4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
  5. Mekonium dijalan napas (pada neonatus)

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Dipsnea
  2. Sulit berbicara
  3. Ortopnea

Objektif

  1. Gelisah
  2. Sianosis
  3. Bunyi napas menurun
  4. Frekuensi napas berubah

Obstruksi jalan napas muncul dengan kombinasi pola napas yang sulit, retraksi dinding dada, cuping hidung, suara “mendengkur” atau “mendengkur” (obstruksi parsial), tidak adanya suara napas (obstruksi total), gerakan paradoks dinding dada (misalnya, pernapasan “perahu goyang” atau “jungkit”), stridor, mengi, dan kecemasan pasien. Manifestasi kardiovaskular meliputi hipertensi dan takikardia (Zimmerman & Fuhrman, 2011)

Luaran Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif – SLKI (L.01001)

Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten

Dalam Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) tujuan dilakukan intervensi diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil

  1. Batuk efektif meningkat
  2. Produksi sputum menurun
  3. Mengi menurun
  4. Wheezing menurun
  5. Mekonium (pada neonatus) menurun
  6. Dispnea menurun
  7. Ortopnea menurun
  8. Sulit bicara menurun
  9. Sianosis menurun
  10. Gelisah menurun
  11. Frekuensi napas membaik
  12. Pola napas membaik

Intervensi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif – SIKI

Intervensi utama :

Latihan batuk efektif-1.01006

Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan napas

Observasi

  • Identifikasi kemampuan batuk
  • Monitor adanya retensi sputum
  • Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
  • Monitor input dan output cairan (mis.jumlah dan karakteristik)

Terapeutik

  • Atur posisi semi-fowler atau fowler
  • Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
  • Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosesdur batuk efektif
  • Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
  • Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
  • Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspetoran, jika perlu

Manajemen jalan napas-1.01011

Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas

Observasi

  • Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
  • Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
  • Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

  • Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
  • Posisikan semi-fowler atau fowler
  • Berikan minum hangat
  • Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
  • Langkukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
  • Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
  • Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
  • Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

  • Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
  • Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekpetoran, mukolitik, jika perlu

Pemantauan respirasi

Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas

Observasi

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  • Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
  • Monitor kemampuan batuk efektif
  • Monitor adanya produksi sputum
  • Monitor adanya sumbatan jalan napas
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  • Auskultasi bunyi napas
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor nilai AGD
  • Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

  • Atur interval pemantauan repisrasi sesuai kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Referensi

[1] PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Ce. Jakarta: PPNI, 2017.

[2] Healthline, “What Is Bronchospasm?,” 2023. https://www.healthline.com/health/bronchospasm

[3] P. Tian and F. Wen, “Clinical significance of airway mucus hypersecretion in chronic obstructive pulmonary disease,” J. Transl. Intern. Med., vol. 3, no. 3, pp. 89–92, 2015, doi: 10.1515/jtim-2015-0013.

[4] Rose David; Laurence, “Airway Foreign Bodies,” 2023, [Online]. Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539756/

[5] N. Parida Sipayung and B. Teresia Purba, “Peningkatan Wawasan Pengetahuan Orang Tua Dalam Penanganan Sumbatan Jalan Nafas Oleh Benda Asing Pada Anak,” J. Abdimas Mutiara, vol. 2, no. 2, pp. 371–379, 2021.

[6] A. A. Asmoro, B. H. Laksono, and T. A. Siswagama, Manajemen jalan napas. Universitas Brawijaya Press, 2021.

[7] T. Hayashi, “Molecular mechanisms of metaplasia, differentiation and hyperplasia of goblet cellin allergic asthma,” J Aller Ther, vol. 3, no. 121, p. 2, 2012.

[8] M. A. Silva and P. Bercik, “Macrophages are related to goblet cell hyperplasia and induce MUC5B but not MUC5AC in human bronchus epithelial cells,” Lab. Investig., vol. 92, no. 6, pp. 937–948, 2012.

[9] Cleveland Clinic, “Mucosa.” https://my.clevelandclinic.org/health/body/23930-mucosa

[10] R. Vlahos and S. Bozinovski, “Recent advances in pre-clinical mouse models of COPD,” Clin. Sci., vol. 126, no. 4, pp. 253–265, 2014. doi: https://doi.org/10.1042/CS20130182

[11] N. Angelis et al., “Airway inflammation in chronic obstructive pulmonary disease,” J. Thorac. Dis., vol. 6, no. Suppl 1, p. S167, 2014. doi : https://doi.org/10.3978/j.issn.2072-1439.2014.03.07

[12] J. J. Zimmerman and B. P. Fuhrman, Pediatric critical care e-book. Elsevier health sciences, 2011.

[13] PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Ce. Jakarta: PPNI, 2019.

[14] PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I Ce. Jakarta: PPNI, 2018.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *